Melejitkan Profesionalitas Guru - SEKOLAH 1
Headlines News :
Home » » Melejitkan Profesionalitas Guru

Melejitkan Profesionalitas Guru

Written By Edu Themes on Minggu, 10 Juni 2012 | 01.26

Oleh: Djoko Saryono

Bisakah perubahan atau pembenahan pembelajaran berlangsung tanpa keberadaan guru? Sekalipun teknologi pembelajaran yang telah berkembang sangat pesat dewasa ini menggantikan berbagai peran guru, guru tidak pernah tergantikan oleh apapun. Sebabnya, “The power to change education—for better of worse—is and always has been in the hands of teachers” (Hargreaves & Fullan, 2003). Di dalam proses pembelajaran ingin dicapai suatu pertemuan antara konsepsi yang terkandung dalam tujuan pembelajaran dan konsepsi siswa. Di antara dua kutub tujuan belajar itu terdapat figur sentral, yaitu guru yang mengelola dan mengendalikan implementasi kurikulum. Oleh karena itu, secara psikologis, pikiran, perencanaan, dan keputusan yang dibuat oleh guru merupakan bagian penting dalam konteks pembelajaran (Clark & Peterson, 1986). Ini berarti, kekuatan perubahan melalui pendidikan ada di tangan guru. Dalam konteks ini kurikulum ditafsirkan dan dilaksanakan oleh guru, di mana guru mengajar dan siswa belajar. Tingkah laku guru secara hakiki dipengaruhi dan ditentukan oleh proses berpikir guru (Shulman, 1986). Hal-hal itulah yang menjadi asumsi mendasar dalam pengembangan profesionalitas guru dan penilaian kinerja guru. Hubungan antara ranah berpikir guru dan tindakan guru itu pula yang melatar-belakangi kajian-kajian mengenai hubungan antara cara berpikir guru dan karakteristik pembelajaran. Fokus utama kajian-kajian pada kawasan ini menekankan beberapa aspek berpikir guru, misalnya perencanaan, pengambilan keputusan, judgment, teori yang secara tersirat melatarbelakangi tindakannya, dan harapan-harapannya.
Perkembangan psikologi kognitif telah memberikan sumbangan terhadap wawasan baru mengenai hakikat belajar dan mengajar. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang merefleksikan tentang bagaimana belajar terjadi. Ini seperti dikatakan Marzano (1992) bahwa jantung persoalan restrukturisasi pendidikan adalah hubungan antara proses pembelajaran dan proses belajar. Hal ini menuntut guru memiliki model konseptual yang menghubungkan antara konsepsi siswa dan konsepsi ilmuwan mengenai hakikat ilmu yang dipelajari. Sebagai pengendali, guru menjembatani pertemuan antara konsepsi ilmiah (yang datang dari ilmuwan, terkandung dalam kurikulum) dengan konsepsi siswa yang sering bersumber dari intuisi dan sering naif (Connor, 1990; Rowe dan Holland, 1990). Supaya pengajaran efektif, apa yang dikonsepsikan dan diaktualisasikan guru di dalam pembelajaran harus sejalan dengan konsepsi siswa mengenai hakikat bahan yang dipelajari, sehingga pemahaman guru mengenai konsepsi siswa juga menjadi bagian penting dari tindakan mengajar guru. Karena itu, meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai figur yang mengendalikan kurikulum dan pengalaman belajar siswa, tak dapat dipungkiri bahwa peranan guru sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah.

Perbedaan konsepsi guru tentang belajar dan pembelajaran akan membedakan keputusan dan aktivitas guru, yang selanjutnya, akan membedakan pula proses belajar (pengalaman belajar) dan hasil belajar siswa. Konsepsi guru tidak hanya berpengaruh terhadap strategi atau pendekatan dalam mengajar, tetapi juga jenis-jenis informasi yang disajikan untuk siswa. Konsepsi-konsepsi guru tersebut didefinisikan sebagai pandangan guru tentang: apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana belajar terjadi, dan peran guru dalam proses pembelajaran (Smith, 1990).
Kegagalan belajar yang dicerminkan oleh rendahnya prestasi belajar anak-anak di Indonesia, terutama dalam bidang studi matematika dan sains, diduga tidak hanya disebabkan oleh faktor individual siswa, seperti konsepsi naif, tetapi juga oleh perbedaan konsepsi guru tentang mengajar dan belajar, bahkan kesalahan konsepsi (misconceptions) guru atau konsepsi yang naif (naive conceptions) tentang ilmu pengetahuan. Konsepsi guru juga akan menentukan strategi kognitif yang sering diajarkan kepada siswa-siswanya. Singkat kata, sebagaimana dikatakan oleh Andy Hargreaves and Michael Fullan (2003), apa yang dipikirkan oleh guru, apa yang diyakini oleh guru, dan apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas itulah yang menciptakan jenis pengalaman belajar macam apa bagi peserta didiknya. Hal ini menunjukkan, secara individual guru memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan secara konstruktif atau sebaliknya menghancurkan usaha-usaha reformatif pendidikan.

Dalam uraian di atas tersirat bahwa pembelajaran memerlukan suatu layanan ahli yang unik yang tidak sembarang orang bisa dan boleh. Layanan ahli yang unik ini diakui oleh masyarakat sehingga disebut profesi. Sebagai suatu profesi tentu saja layanan ahli yang unik ini hanya boleh diampu oleh guru. Mengingat posisi dan peran guru demikian penting, tentu tidak boleh sembarang orang [tanpa syarat apapun] menjadi guru untuk memberikan layanan pembelajaran yang unik (yang merupakan profesi) tersebut. Selain harus memenuhi kualifikasi tertentu, yang dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dipersyaratkan D4/S1, seorang guru wajib memiliki kompetensi profesional yang utuh dan andal agar mampu menjalankan profesinya. Dengan kompetensi profesional yang utuh dan andal itulah, guru melaksanakan profesi memberikan layanan pembelajaran yang unik. Di sinilah guru disebut seorang profesional.

Seperti apakah kompetensi profesional yang utuh dan andal itu? Tentu ada berbagai pandangan akademis di samping ketentuan yuridis formal. Menurut ketentuan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional guru dipilah menjadi empat, (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional (sic!, maksudnya kompetensi akademis), dan (4) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogis dirinci menjadi kemampuan (a) memahami peserta didik, (b) kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, dan (c) kemampuan mengembangkan peserta didik. Kompetensi kepribadian dirinci menjadi berpribadi mantap dan stabil, arif, berwibawa, dan akhlak mulia. Kemudian kompetensi profesional [akademis, maksudnya] dirinci menjadi menguasai keilmuan bidang studi dan kajian kritis pendalaman isi bidang studi. Selanjutnya kompetensi sosial dirinci menjadi kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat. Penggolongan sosok kompetensi profesional guru ala Undang-Undang Guru dan Dosen dan Permendiknas tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru tersebut terasa tidak utuh (berserakan). Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Paparan  di atas memperlihatkan sebuah sosok kompetensi profesional guru yang berserakan dan tidak padu (tak koheren). Karena itu, pakar-pakar pendidikan yang tergabung dalam Kelompok Peduli Pendidikan Guru UM (Universitas Negeri Malang) mengusulkan penataan ulang sub-subkompetensi yang berserakan dalam Udang-undang Guru dan Dosen dan Permendiknas tentang Standar Kualifikasi Akdemik dan Kompetensi Guru. Hasil penataan ulang menghasilkan sosok utuh-padu kompetensi profesional guru yang terdiri atas:

1)    Mengenal secara mendalam peserta didik yang dilayani, yang meliputi kemampuan:
a)    mengenal lintasan perkembangan (trajektori) peserta didik à P1;
b)    mengenal perbedaan individual peserta didik à P1 + (Pr1a dalam bahasa Komisi Khusus PGSD).

2)    Menguasai bidang studi:
a)    secara keilmuan (disciplinary content) à (Pr1b dalam bahasa Komisi Khusus PGSD), dan
b)   secara kependidikan (pedagogical content) berdasarkan konteks kurikuler terapan dan daya cerna peserta didik yang mempelajarinya (P1 + à Pr1a dalam bahasa Komisi Khusus PGSD).

3)    Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yang meliputi kemampuan:
a)    merancang pembelajaran à P2 + (Pr1a dalam bahasa Komisi Khusus PGSD), dengan menggunakan materi pelajaran (Pr1a dalam bahasa Komisi Khusus PGSD) sebagai konteks kegiatan pembelajaran  untuk (i) memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan, (ii) memperluas dan mempercermat pemahaman, dan (iii) menerapkan pengetahuan secara bermakna, (iv) melatih ketrampilan kognitif, sosial-personal dan psikomotorik, serta (v) menginternalisasikan nilai secara pasif dari peristiwa yang sarat-nilai (vicarious learning) dan/atau secara aktif melalui kegiatan yang sarat nilai (gut learning), yang bermuara pada pembentukan karakter;
b)   mengimplementasikan pembelajaran à P3 + (Pr1a dalam bahasa Komisi Khusus PGSD), dengan menggunakan bahasa yang khas dalam pembelajaran (teacher structuring, teacher soliciting, learner responding, teacher reacting) secara dinamis dan siklikal), yang memicu dan memacu pelibatan mental peserta didik dalam transaksi pembelajaran (answering questions, questioning answers, questioning questions, Houston, dkk., 1988) à S1 yang maknanya dimodifikasi dalam bahasa Komisi Khusus PGSD);
c)    menilai proses dan hasil pembelajaran à P4 + (Pr1a + S1dalam bahasa Komisi Khusus PGSD);
d)    memanfaatkan informasi evaluasi proses dan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan à P4 + (Pr1a + S1dalam bahasa Komisi Khusus PGSD), (i) secara langsung sementara transaksi pembelajaran tergelar, dan/atau (ii) pada episode pembelajaran berikutnya, dan

4)    Mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan
Pengembangan profesionalitas secara berkelanjutan dilakukan dengan mengerahkan dan secara terus-menerus mengasah segenap kemampuan profesional yang telah dikuasai dalam rangka meningkatkan kinerja profesional, yaitu dengan:
a)    melakukan refleksi terhadap apa yang telah dan akan dilakukan;
b)   melakukan interaksi informal kesejawatan berkaitan;
c)    menjaring balikan dari pemangku kepentingan mengenai apa yang telah dan masih perlu dilakukan;
d)    mengakses informasi melalui literatur;
e)    berkomunikasi serta mengakses informasi melalui internet;
f)     melakukan penelitian tindakan kelas;
g)    melakukan konsultasi dengan pakar dalam bidang-bidang yang relevan;
h)    mengikuti pelatihan dalam rangka meningkatkan kinerja profesional;
i)     mengikuti pendidikan lanjut dalam rangka meningkatkan kinerja profesional.

Sosok utuhkompetensi profesional guru tersebut dapat ber(/di)kaitan dengan empat pilar pendidikan kesejagatan UNESCO (The Four Pillars of Learning UNESCO) yang lepas-konteks. Dengan meletakkan pada konteks konteks layanan ahli keguruan, keempat pilar pendidikan tersebut tampil koheren, dalam arti empat pilar pendidikan kesejagatan tampil menyatu dan menjadi satu dengan sosok utuh kompetensi profesional guru. Kesatuan tampilan yang dimaksud adalah: Kemampuan learning to do tampak sebagai kemampuan menyelenggarakan Pembelajaran yang Mendidik; kemampuan belajar sepanjang hayat yang prima (learning to know) tampak sebagai kemampuan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan; kemampuan learning to live together tercermin sebagai kemampuan memelihara networking dalam kehidupan bermasyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge-based Spciety) dan kemampuan serta kebiasaan menghormati keragaman; kemudian learning to be tercermin sebagai Sosok Kepribadian Profesional Guru yang Tangguh.

Sosok utuh-padu kompetensi profesional guru yang telah dipaparkan di atas merupakan gambaran ideal-normatif. Gambaran ideal-normatif ini harus menjadi rujukan utama dalam proses pendidikan profesional guru di samping juga proses pembentukan kompetensi profesional guru. Di samping itu, juga perlu dijadikan rujukan dasar oleh guru dalam usaha mencapai sosok utuh-padu kompetensi profesional guru. Guru yang mampu mencapai sosok utuh kompetensi profesional guru dapat disebut guru yang memiliki profesionalitas paripurna atau sangat bermutu sehingga guru itu berhasil melaksanakan tugas profesionalnya, yaitu kinerjanya bagus. Sebagai profesional, tentu saja guru harus berusaha keras untuk mencapai profesionalitas yang bermutu tinggi dan memeliharanya dengan baik. Ini berarti, pengembangan profesionalitas guru secara berkelanjutan sangat dibutuhkan. Jadi, sosok utuh kompetensi profesional dapat menjadi rujukan utama pendidikan profesional guru, pembentukan dan pembinaan profesionalitas guru, dan pengembangan profesionalitas guru secara berkelanjutan.

Terbentuk atau tidaknya, terbina atau tidaknya, dan berkembang atau tidaknya profesionalitas guru secara berarti bergantung juga pada prasyarat tertentu. Unsur-unsur prasyarat profesionalitas guru itu, menurut Stronge (2002), terdiri atas (a) kemampuan verbal, (b) pengalaman belajar bidang pendidikan, (c) sertifikasi guru, (d) pengetahuan isi atau penguasaan bidang ilmu, (e) pengalaman mengajar, (f) pemahaman peserta didik, (g) interaksi sosial dengan siswa, (h) antusiasme dan motivasi untuk belajar secara ajek, (i) sikap terhadap profesi guru, (j) refleksi kegiatan pembel-ajaran, dan (k) kemampuan teknologis. Pemilikan dan penguasaan unsur-unsur tersebut akan membuat guru mampu menata dan mengelola kelas, menata pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, memantau kemajuan belajar siswa, dan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan. Ini semua membuat guru akan memiliki tampilan profesional yang baik dan mampu menampilkan unjuk kerja pembelajaran yang mendidik. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran dapat diraih.

Dalam rangka melaksanakan profesionalisasi guru secara bermutu atau mengukur sekaligus melejitkan mutu profesionalitas guru, sesuai dengan mandat Undang-Undang Guru dan Dosen, dilaksanakan pendidikan profesi keguruan (pendidikan profesional guru) dan sertifikasi guru (meski masih bermasalah dan diperdebatkan oleh banyak kalangan). Pendidikan profesi keguruan pertama-tama dihajatkan untuk meningkatkan kompetensi profesional atau profesionalitas guru sebelum mereka bertugas menjadi guru (pra-jabatan guru). Sementara itu, sertifikasi guru dihajatkan untuk secara serempak meningkatkan profesionalitas guru sekaligus meningkatkan kesejahteraan guru (dalam-jabatan guru). Pemerintah sekarang juga telah membuka jalur sertifikasi (tanpa membuat dan mengumpulkan portofolio) melalui pendidikan. Dengan demikian, diharapkan kinerja guru meningkat secara berarti dan pada gilirannya berdampak pada hasil belajar.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

TV EDUKASI

 
Copyright © 2012. SEKOLAH 1 - All Rights Reserved